1.
Pengertian Sosiologi
a.
Pengertian Sosiologi Secara Etimologi
Manusia selalu mengadakan hubungan ke mana pun dan di
mana pun secara berulang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar
hubungan itu berjalan dengan baik, maka dalam berperilaku manusia senantiasa
berpedoman pada nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai dan
norma yang dimiliki setiap masyarakat tidak sama. Dengan menyadari persamaan
dan perbedaannya, serta keikutsertaan kita dalam hubungan sosial memberikan
gambaran kepadamu tentang ilmu yang akan kita pelajari, yaitu sosiologi. [1]
Sebagai ilmu ia baru mulai dikenal pada abad ke-19 dengan
nama yang berasal dari August Comte (1798-1857) untuk menunjukkan sosiologi
sebagai ilmu masyarakat yang memilki disiplin yaitu rencana pelajaran dan
penyelidikan serta lapangannya sendiri.
Sosiologi (Latin: socius= teman, kawan, sosial= berteman,
bersama, berserikat) bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam
masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan selanjutnya dengan pengertian itu
untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama.
Dalam arti terminologi, sosiologi diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari interaksi manusia di dalam masyarakat. Sosiologi bermaksud
untuk mengkaji kejadiankejadian dalam masyarakat, yaitu persekutuan manusia
yang selanjutnya berusaha untuk mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama. [2]
Berikut ini pengertian sosiologi menurut pendapat para
ahli dari sudut pandang masing-masing.
1.
Auguste
Comte
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai
makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan sesamanya.[3]
2.
Emile Durkheim
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
fakta sosial. Fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan
yang berada di luar individu, serta mempunyai kekuatan memaksa dan
mengendalikan.[4]
3.
Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain.[5]
4.
P.J. Bouman
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari hubungan-hubungan sosial antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, serta sifat dan perubahanperubahan dalam lembaga-lembaga dan
ide-ide sosial.[6]
5.
Pitirim A. Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
mengenai: a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala
sosial, misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dan moral, hukum dan
ekonomi, gerak masyarakat dan politik, dan sebagainya. b. Hubungan dan saling
pengaruh antara gejala-gejala sosial dan gejala-gejala nonsosial, misalnya
gejala geografis, biologis, dan sebagainya. c. Ciri-ciri umum semua jenis
gejala sosial.[7]
6.
Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi
Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu
yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.[8]
7.
Kingsley Davis
Sosiologi adalah suatu studi yang mengkaji
bagaimana masyarakat mencapai kesatuannya, kelangsungannya, dan caracara
masyarakat itu berubah.[9]
Sejak masanya Aristoteles sebenarnya masyarakat telah menjadi objek
perhatian bagi kalangan pemikir, hanya saja pada waktu itu nama sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan yang sejati belum terbentuk. Untuk mendefinisikan
sosiologi pada waktu itu dapat dikatakan belum ada kesempatan, lantaran
banyaknya pendapat yang hanya didasarkan pada sebagian besar pengalaman dan
pengamatan terhadap pergaulan hidup semata dan belum dilakukan kajian ilmiah
secara kausalitas.[10]
Persoalan masyarakat banyak disinggung tatkala para pemikir pada waktu itu
sedang mengamati soal politik merupakan awal pertumbuhan dari dari sosiologi.
Teori-teori kemasyarakatan banyak diajukan oleh para ahli politik dalam rangka
usaha mempertegas dan membentuk definisi sosiologi. Pemikiran diatas usaha itu
banyak diawali dengan menerangkan soal hubungan antar manusia, hak dan
kewajiban manusia, disamping banyak pula menyebutkan ketimpangan hubungan
antara penguasa dan yang dikuasai.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempunyai obyek studi masyarakat. Namun demikian sampai
sekarang definisi sosiologi masih agak sukar untuk memberikan suatu batasan
yang pasti tentang definisi sosiologi lantaran terlalu banyak cangkupan
kajiannya, sehingga kalaupun diberikan suatu definisi masih ada juga yang tidak
memenuhi unsure-unsurnya secra menyeluruh. Tidak sedikit para ahli menganggap
bahwa definisi hanya dipakai sebagai petunjuk dan pegangan sementara saja.
Sebagai pegangan sementara dapat dilihat beberapa pendapat sarjana yang
telah mencoba untuk memberikan definisi sosiologi sebagai berikut:[11]
a.
Petrim A. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu
ilmu yang mempelajari:1. Hubungan dan pengaruh timbale balik antara aneka macam
gejala2 sosial. 2. Hubungan dan pengaruh antara gejala social dengan gejala non
social.
b.
Roucek and Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok.
c.
J.A.A.Van Doorn en C.J.Lammers mengemukakan bahwa
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Maka menurut sifat hakikatnya, dapat ditetapkan bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan ilmiah yang telah berdiri sendiri dan mempunyai objek studi
tersendiri pula.
Sosiologi juga
dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari
kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol
interaksi.
Sedangkan
pengertian sosiologi sebagaimana yang dijelaskan oleh Selo Sumardjandan
Soelaeman Soemardi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial
dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.[12]
2.
Pengertian Agama
Agama dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “a” yang
berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Jadi “agama” berarti “tidak
kacau”, dengan pengertian terdapat ketenteraman dalam berfikir sesuai dengan
pengetahuan dan kepercayaan yang mendasari kelakuan “tidak kacau” itu. Atau
berarti sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya.
Pengetahuan dan kepercayaan tersebut menyangkut hal-hal keilahian dan
kekudusan. Secara etimologis, kata “agama” konotasinya lebih dekat kepada agama
Hindu dan Budha. Akan tetapi, setelah digunakan dalam bahasa Indonesia,
pengertiannya mencakup semua agama. Dalam bahasa Inggris disebut religion
atau religi. Berasal dari bahasa Latin religio atau relegere
yang berarti ”mengumpulkan” atau “membaca”. Dalam kamus Barat, religion
hanya menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan dan tidak berhubungan dengan
seluruh aspek kehidupan manusia. Inilah yang melahirkan negara sekuler, berbeda
dengan agama dalam ajaran Islam.[13]
Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata ad-din dan al-millah.
Kata ad-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia dapat diartikan al-mulk
(kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-‘adat (kebiasaan), al-ibadah
(pengabdian), al-tadzallul wa al-khudhu’ (tunduk dan patuh), al-tha’at
(taat), al-islam at-tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan).
Sedangkan pengertian din yang berarti agama adalah nama yang bersifat
umum. Artinya, tidak ditujukan pada salah satu agama; ia adalah nama untuk
setiap kepercayaan yang ada di dunia ini.[14]Sebaliknya
orang yang menyakini adanya Sang Pencipta alam semesta disebut sebagai orang
yang beragama. Sekalipun keyakinannya atas ritual- ritual agamanya mengalami
penyimpangan dan khurafat. Maka dari itu, agama terbagi menjadi dua, yaitu hak
dan batil.
Din juga dapat
didefinisikan sebagai peraturan Allah yang membawa orang- orang berakal kearah
kebahagiaan dunia dan akhirat, yang mencakup masalah aqidah dan amal. Ia adalah
suatu sistem yang mencakup peraturan-peraturan yang menyeluruh, serta merupakan
“undang- undang” yang lengkap dalam semua urusan hidup manusia untuk kita
terima dan mengamalkannya secara total.
Agama adalah tata-
tertib yang mengatur hubungan antara makhluk dengan Kahlik-Nya. Ia mengandung
petunjuk- petunjuk hidup manusia duniawi dan ukhrawi. Sebagian orang memberi
penilaian benar atau tidaknya sebuah agama, sangat tergantung pada kehadiran
Kitab Sucinya, kenabian, kelengkapan Syari`at, serta ketaatan penganutnya
terhadap Khalik yang dianutnya. Agama adalah hak asasi yang paling mendasar dan
manusia bebas memilih. Firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah: 256.
Iw on#tø.Î) ’Îû ÈûïÏe$!$# ( ‰s% tû¨üt6¨? ߉ô©”9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$# Íouróãèø9$$Î/ 4’s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì‹Ïÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Agama, secara mendasar dan umum, dapat didefinisikan
sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
dunia gaib (khususnya dengan Tuhannya), mengatur hubungan manusia dengan
manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam
definisi tersebut, agama dilihat sebagai teks atau doktrin, sehingga
keterlibatan manusia sebagai pendukung atau penganut agama tersebut tidak
tampak tercakup di dalamnya (Robertson,1994).
Secara lebih khusus, agama dapat didefinisikan sebagai
suatu system keyakinan yang dianut dan tindakan- tindakan yang diwujudkan oleh
suatu kelompok atau mayarakat dalam menginterpretasi dan memberi respons
terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai gaib dan suci. Sebagai suatu
system keyakinan, agama berbeda dari system- system keyakinan atau isme-
isme lainnya, karena landasan keyakinan keagamaan adalah pada konsep suci (sacred)
yang dibedakan dari, atau dipertentangkan dengan, yang duniawi (profance),
dan pada yang gaib atau supranatural (supernatural) yang menjadi lawan
dari hukum- hukum alamiah (natural).
Adapun
definisi-definisi agama antara lain sebagai berikut:
Agama adalah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktik yang
bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni hal-hal yang dibolehkan dan dilarang
– kepercayaan dan praktik-praktik yang mempersatukan suatu komunitas moral,
mereka terpaut satu sama lain (Durkheim, 1965). Saya merumuskan agama sebagai
seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan
kondisi akhir eksistensinya (Bellah, 1964). Jadi, agama dapat dirumuskan
sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktik dimana suatu kelompok manusia
berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).[15]
Definisi pertama yang dikemukakan di atas sangat terkenal dan telah dikutip
berulang kali oleh banyak sosiolog. Bagi Durkheim, karakteristik agama yang penting
ialah bahwa agama itu diorientasikan kepada sesuatu yang dirumuskan oleh
manusia sebagai suci/sakti.
Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala social yang umum dan
dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ini
merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari system sosial
suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu
masyarakat disamping unsure-unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, sistem
mata pencaharian, dan sistem-sistem organisasi sosial.[16]
Para ahli agama sulit menyepakati apa yang menjadi unsur esensial agama.
Namun, hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur penting, yaitu (a)
pengakuan bahwa ada kekuatan ghaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan
manusia, (b) keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya
hubungan baik antara manusia dengan kekuatan ghaib itu, (c) sikap emosional
pada hati manusia terhadap kekuatan ghaib itu, seperti sikap takut, hormat,
cinta, penuh harap, pasrah dan lain-lain dan (d) tingkah laku tertentu yang
dapat diamati, seperti shalat, do’a, puasa, suka menolong, dan lain sebagai
buah dari tiga unsur pertama.[17]
Secara teologis, ulama Islam membagi agama-agama yang ada di dunia ini
menjadi dua kelompok. Pertama adalah agama wahyu, yakni agama yang
diwahyukan Tuhan kepada Rasul-Nya, seperti kepada Nabi Ibrahim, Nabi Muha, Nabi
Daud, Nabi Isa dan terakhir kepada Nabi Muhammad saw. Keyakinan sentral dalam
agama wahyu, yang diajarkan para Rasul Tuhan itu, tidak lain melainkan untuk
mengesakan Allah, yakni mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan hanya
kepada-Nya saja ‘ubudiyyah serta ketaatan ditujukan secara langsung.[18]
Dilihat dari sudut kategori
pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang membedakan dalam perwujudannya,
yaitu sebagai berikut:
- Segi kejiwaan, yaitu suatu kondisi subjektif atau
kondisi dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh
penganut agama. Kondisi inilah yang biasa disebut kondisi agama, yaitu
kondisi patuh dan taat pada yang disembah.
- Segi objektif, yaitu segi luar yang disebut juga
kejadian objektif, dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika
agama dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi
teologis, ritual maupun persekutuan.
Dari
segi kedua ini mencakup adat-istiadat, kepercayaan yang dianut oleh suatu
masyarakat. [19]
3.
Pengertian Sosiologi Agama
menurut Para Pakar
Jika
berbicara mengenai definisi sosiologi agama, maka ada beberapa hal lain yang
tidak lupa kami singgung dalam pembahasan ini, di antaranya adalah mengenai
pengertian sosiologi, agama,. Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetauan yang
mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hokum kemasyarakatan yang
seumum-umumnya.
Sosiologi juga
dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari
kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol
interaksi. Agama dalam arti sempit ialah seperangkat kepercayaan, dogma,
pereturan etika, praktek penyembahan, amal ibadah, terhadap tuhan atau
dewa-dewa tertentu. Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayaan atau
seperangkat nilai yang minmbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok
tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai.
Adapun
kalau kedua istilah “sosiologi” dan “agama” digabungkan maka memiliki beberapa
definisi berikut:
- Sosiologi
agama adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara berbagai kesatuan
masyarakat atau perbedaan masyarakat secara utuh dengan berbagai sistem agama,
tingkat dan jenis spesialisasi berbagai peranan agama dalam berbagai masyarakat
dan sistem keagamaan yang berbeda.[20]
- Sosiologi
agama adalah studi tentang fenomena sosial, dan memandang agama sebagai
fenomena sosial. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip
umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat.[21]
- Sosiologi
agama adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama
secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti, demi
kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Sosiologi
agama menjadi disiplin ilmu tersendiri sejak munculnya karya Weber dan
Durkheim. Jika tugas dari sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum
kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah
untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
Masyarakat agama tidak lain ialah suatu persekutuan hidup (baik dalam lingkup
sempit maupun luas) yang unsure konstitutif utamanya adalah agama atau
nilai-nilai keagamaan.
Jika
teologi mempelajari agama dan masyarakat agama dari segi “supra-natural”, maka
sosiologi agama mempelajarinya dari sudut empiris sosiologis. Dengan kata lain,
yang akan dicari dalam fenomena agama itu adalah dimensi sosiologisnya. Sampai
seberapa jauh agama dan nilai keagamaan memainkan peranan dan berpengaruh atas
eksistensi dan operasi masyarakat. Lebih konkrit lagi, misalnya, seberapa jauh
unsur kepercayaan mempengaruhi pembentukan kepribadian pemeluk-pemeluknya; ikut
mengambil bagian dalam menciptakan jenis-jenis kebudayaan; mewarnai dasar-dasar
haluan Negara; memainkan peranan dalam munculnya strata (lapisan) sosial;
seberapa jauh agama ikut mempengaruhi proses sosial, perubahan sosial,
fanatisme dan lain sebagainya.[22]
Menurut
Keith A. Roberts, sasaran (objek) kajian sosiologi agama adalah memfokuskan
kajian pada:
1).
Kelompok-kelompok dan lembaga keagamaan, yang meliputi pembentukannya, kegiatan
demi kelangsungan hidupnya, pemeliharaannya dan pembaharuannya.
2). Perilaku
individu dalam kelompok-kelompok tersebut atau proses sosial yang mempengaruhi
status keagamaan dan perilaku ritual.
3). Konflik
antar kelompok, misalnya Katolik lawan Protestan, Kristen dengan Islam dan
sebagainya.
Bagi
sosiologi, kepercayaan hanyalah salah satu bagian kecil dari aspek agama yang
menjadi perhatiannya. Bila dikatakan bahwa yang menjadi sasaran sosiologi agama
adalah masyarakat agama, sesungguhnya yang dimaksud bukanlah agama sebagai
suatu sistem (dogma dan moral), tetapi agama sebagai fenomena sosial, sebagai
fakta sosial yang dapat dilaksanakan dan dialami oleh banyak orang.
Menurut
pandangan sosiologi, agama yang terwujud dalam kehidupan masyarakat adalah
fakta social. Sebagaimana suatu fakta social, agama dipelajari oleh sosiolog
dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh
sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi agama.
Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonomi muncul setelah akhir abad
ke-19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan sosiologi umum, yang membedakannya
adalah objek materinya.[23]
Seorang
ahli sosiologi agama Indonesia Hendropuspito mengatakan bahwa sosiologi agama
ialah suatu cabang dari sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara
sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah yang pasti demi
kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya. Dari
definisi sosiologi agama diatas dapat disimpulkan bahwa sosiologi agama sama
dengan sosiologi pada umumnya yaitu sama-sama mempelajari masyarakat agama
dengan pendekatan ilmu social bukan teologis. Tetapi tidak semua pernyataan
dalam definisi tersebut dapat kita setujui, terutama dalam pernyataan bahwa
sosiologi agama untuk kepentingan masyarakat agama atau masyarakat umumnya.
Dalam
berbagai literatur defisi diatas atau definisi sosiologi agama hamper tidak ada
perbedaan yang sangat berarti. Namun demikian dikemukakan berbagai pengertian
sosiologi agama menurut beberapa ahli sosiologi.J.Wach merumuskan sosiologi agama
secara luas sebagai suatu study tentang interelasi dari agama dan masyarakat
serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Sedangkan menurut
H.Goddijn-W.Goddijn, sosiologi agama ialah bagian dari sosiologi umum yang
mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profane, dan positif yang menuju kepada
pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur , fungsi-fungsi dan
perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kekelompokan
keagamaan.[24]
Dari
definisi-definisi tersebut diatas kiranya sudah cukup jelas memberikan gambaran
kepada kita bahwa sosiologi agama pada hakikatnya adalah cabang dari sosiologi
umum yang mempelajari masyarakat agama (religious society) secara sosiologis
untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi untuk masyarakat agama
itu sendiri dan umat atau masyarakat pada umumnya.
Sosiologi
agama memusatkan perhatiannya terutama untuk memahami makna yang diberikan oleh
suatu masyarakat kepada sistem agamanya sendiri, dan berbagai hubungan antar
agama dengan struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang
bukan agama. Para ahli memandang bahwa agama adalah suatu pengertian yang luas
dan universal, dari sudut pandang sosial dan bukan dari sudut pandang individu.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Sosiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi manusia di dalam masyarakat. Sosiologi bermaksud untuk mengkaji
kejadian-kejadian dalam masyarakat, yaitu persekutuan manusia yang
selanjutnya berusaha untuk mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama.
- Agama, secara mendasar dan umum, dapat didefinisikan
sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia
dengan dunia gaib (khususnya dengan Tuhannya), mengatur hubungan manusia
dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan
lingkungannya.
- Sosiologi agama pada hakikatnya adalah cabang dari
sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama (religious society)
secara sosiologis untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti
demi untuk masyarakat agama itu sendiri dan umat atau masyarakat pada
umumnya.
DAFTAR RUJUKAN
Kahmad, Dadang,
2000. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ishomuddin, 2002. Pengantar
Sosiologi Agama, Jakarta: PT. Ghalia
Indonesia-UMM Press.
Abdulsyani. 2002. Sosiologi
Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta:PT.Bumi Aksara.
Budi Purnama, Pengertian
Sosiologi Agama menurut Para Ahli (http://www.google.com, diakses 18
september 2011).
Fahdamjad, Agama
menurut Qur’an (http://www.google.com,
diakses 18 September 2011).
Rofiah, Pengertian,
Tempat, Fungsi dan Aliran-aliran serta Metode Penelitian dalam Sosiologi Agama
(http:www.google.com, diakses 18 September 2011).
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Abdulsyani,sosiologi
skematika, teori, dan terapan.(Jakarta:PT.Bumi Aksara,2002)hal.3
[12]
Budi Purnama, Pengertian Sosiologi Agama menurut Para Ahli (http://www.google.com,
diakses 18 september 2011).
[13] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 13.
[14]
Lihat Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 7: “Bagimu din kamu dan bagiku din
–ku”. Jadi kata ad-din bisa berarti agama Islam, bisa juga selain
agama Islam.
[15]
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia-UMM Press, 2002), hal.
30.
[17] Ibid,
hal. 31.
[18] Ibid.
[19]
Ibid, hal. 14.
[21]
Ibid.
Bagus artikelnya boz, kunjungi juga disini http://www.ilmusosiologi.com/2014/11/sosiologi-agama-suatu-pengantar.html
ReplyDeletesaaran min, terima kasih atas artikel diatas ya, bermanfaat sekali,..
ReplyDelete.
Tapi, lain kali, mungkin lebih baik kalo kedepannya, sebelum dipost, dirapikan dulu, font size.nya, font style.nya, biar dari pembaca istilahnya lebih nyaman membaca, dengan tulisan yang lebih rapi,..
.
Terima kasih...
sukses selalu,..