Monday, April 15, 2013

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


Pendidikan Islam di Kerajaan Demak
Sistem pelaksanaan pendidikan agama Islam di Demak yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Sarkandi, tentang dasar-dasar ilmu agama Islam. Kitab lainnya adalah Tafsir Jalalain, kitab jawa kuno yaitu Primbon, berisi catatan tentang ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu gaib, bahkan wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk diktat dan ditulis tangan.
Pendidikan dan Pengajaran Islam zaman Mataram
Beberapa tempat Pengajian Qur’an diadakan di desa-desa. Di sana diajarkan huruf hijaiyah, membaca al Qur’an, pokok-pokok dan dasar ilmu agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal.
Pengajian Kitab dikhususkan pada murid-murid yang telah mengkhatamkan al Qur’an. Guru di Pengajian Kitab biasanya adalah modin terpandai di desa itu. Bisa juga modin dari desa lain yang memenuhi syarat, baik dari kepandaiaan maupun budi pekertinya. Guru-guru tersebut diberi gelar Kiyai Anom. Waktu belajar ialah pagi, siang, dan malam hari. Kitab-kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pelajarannya antara lain Usul 6 Bis, kemudian matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali dalam ilmu akhlak. Pengajarannya dilakukan dengan sorongan. Di beberapa kabupaten, diadakan Pesantren Besar, lengkap dengan asrama atau pondok untuk melanjutkan pendidikan dari pesantren desa ke tingkatan tinggi. Gurunya bergelar Kiyai Sepuh atau Kanjeng Kiyai. Pesantren ini berperan sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi. Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar ialah kitab-kitab besar dalam bahasa arab, lalu diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi.
Pendidikan pada masa belanda
Umat islam pada masa itu mengenal dua bentuk lembaga pendidikan yang dikelola umat islam dan yang dikelola colonial. System pendidikan yang dikelola Belanda adalah pendidikan modern liberal dan netral agama. Namun kenetralan Belanda ternyata tidak konsisten karena Belanda lebih melindungi Kristen dari pada islam. Karena mereka menganggap islam memiliki kekuatan politik yang membahayakan mereka. Maka islam senantiasa mengalami tekanan dan selalu diawasi gerak geriknya.
Pendidikan Islam pada masa Penjajah Jepang
Pada awalnya pemerintah jepang mengambil siasat merangkul umat islam sebagi mayoritas penduduk Indonesia. Sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas. Pesantren-pesantren yang besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama. Pemerintah Jepang juga mengizinkan berdiirnya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta.
Pendidikan islam di zaman jepang dapat bergerak lebih bebas bila dibandingkan dari zaman belanda. Pada masa penjajahan jepang atas usaha Muhmud Yunus di sumatera barat, dapat disetujui oleh kepala jawatan pengajaran jepang untuk memasukkan pendidikan agama islam ke sekolah-sekolah pemerintah, mulai sekolah dasar.
Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1.      Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2.      Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh.
Sistem Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru
Terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum.
Program pendidikan kementrian agama sebagai berikut :
1.      Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2.      Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3.      Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern.
4.      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
5.      Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6.      Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
Dakwah islam / Pendidikan walisongo
Metode yang digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
1.      Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2.      Al-Mau’izhah Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3.      Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.

1 comment: